5 Alasan Kenapa Film 'Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI' Itu Bagus
Aaah
sebelum kamu semua menguliahi kita mengenai betapa banyak kebohongan
sejarah dalam film ini, sini kita bisikin dulu : KITA UDAH TAU. Dan
artikel ini bukan hendak berpolitis atau gimana, tapi semata-mata
memberikan apresiasi terhadap kerennya film ini. Karena sesungguhnya
film ini digarap dengan detil yang mencengangkan. Bahkan bisa dibilang,
sampai saat ini, film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI ini merupakan
salah satu film terbaik dalam sejarah film Indonesia. Gak percaya? Nih
alasannya:
1. Musik Latarnya.
Adalah
Embie C Noor yang jadi music director film ini. Seperti sudah paham
akan dibawa kemana arah film ini, maka latar belakang musik mencekam lah
yang dipilih. Karena memang itu tujuan dari film propaganda ini,
memberi kesan mengerikan dan kejam tentang PKI. Dari mulai awal film
yang memperlihatkan bung Karno di istana Bogor aja musiknya sudah
menyayat. Belum lagi narasi yang kaku dan dingin serta latar suara
berita radio yang menceritakan rawannya situasi politik saat itu.
Musiknya tuh gak ngagetin dan bikin berdebar-debar seperti film horor
pada umumnya, tapi pelan dan menyayat, seakan mengiris kuping dan hati.
Pengalaman MBDC dulu sih, kalau gak berani liat adegan kekejaman di film
itu, kita tutup kuping pun tetep berasa seremnya.
2. Setting
Berpindah-pindah
dari mulai istana bogor, rumah para panglima, TK Ade Irma, ruang-ruang
sempit penuh asap rokok, tempat rapat-rapat gelap PKI, dan tentu saja
lubang buaya. Selingan suasana masyarakat miskin yang sedang antri
beras, coretan-coretan Manipol Usdek di tembok-tembok dan atap rumah,
poster bung Karno, semuanya menggambarkan suasana tahun 60an dengan
sangat akurat dan memberi kesan betapa mencekamnya situasi saat itu.
3. Alur Cerita
Durasi
film yang hampir 4 jam ini sama sekali gak bertele-tele, malahan bikin
kamu tegang terus karena setiap adegan memberi kesan penting dan
genting. Ditambah lagi keharusan untuk mengetahui isi film dengan baik
dan benar bagi para pegawai negeri dan anak sekolah, karena akan keluar
di ujian, membuat pengalaman menonton film ini menjadi semakin
mendebarkan. Adegan kekerasan dan kekejaman dalam film ini gak usah
ditanya lagi betapa sadisnya. Ketika para jendral disiksa dengan latar
belakang lagu genjer-genjer itu sungguh tak terlupakan atau ketika anak
DI Panjaitan histeris membasuh mukanya dengan genangan darah ayahnya,
dan tentu saja tertembaknya Ade Irma. Bombastis meneror sampai ke alam
bawah sadar. Membuat siapapun yang mendengar kata PKI akan merinding.
4. Dialog
Ah
siapa sih yang gak inget 'Darah itu merah, Jendral', 'Jawa adalah
Kunci', 'Hari H, djam D', 'Bukan main wanginya minyak wangi jenderal.
Begitu harum sehingga mengalahkan amis darah sendiri'. Merinding braaay.
Dialognya sangat kuat, karena film ini adalah propaganda sejarah setiap
kalimat dan fakta yang hendak diceritakan harus jelas. Sehingga
penonton mengingat jelas setiap detil sejarah, nama-nama dan peristiwa
yang hendak digaris bawahi dalam film ini. Semakin keren karena kamu
sama sekali gak bosan menonton film ini, padahal sangat sarat dengan
muatan sejarah dan propaganda.
5. Pemain
Film
ini bisa dibilang film terbesar dalam sejarah film Indonesia, ada
sekitar 10rb figuran dan 120 orang yang memerankan tokoh nyata.
Sastrawan Ommar Kayam sebagai bung Karno, sastrawan dan wartawan Syubah
Asa sebagai DN Aidit, Amaroso Katamsi jadi Soeharto, dan Wawan Wanisar
jadi Pierre Tendean, ajudan Nasution yang tertembak menggantikan
komandannya. Meskipun akting para pemainnya tidak ada yang terlalu
istimewa, semacam akting berama-ramai gitu tipikal drama dokumenter,
tapi justru kesan kaku dan dingin dari para pemainnya menambahkan nuansa
serius dan mencekam dari film ini. Hii serem.
Ada
berapa kali kata mencekam disebutkan diatas ya? Bisa dibilang film ini
masuk kategori film Indonesia jadul yang membuat trauma. Bukan cuma
trauma personal tapi juga trauma bangsa. Tsailah. Sebenernya ngapain sih
MBDC tiba-tiba ngebahas ini? Ya gak papa sih, kangen aja. Kalo dulu kan
nonton film ini dipaksa. Nah, sekarang kita bisa menilai film ini lebih
dari sisi artistiknya, bukan dari segi propagandanya. Kapan terakhir
kamu nonton film ini? Punya kesan-kesan sendiri setelah nonton film ini?
Boleh lho dishare.